TEKNIS PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Oleh: Mukhtar Alshodiq
(Penerbit, Penulis dan Editor Buku)
Memahami HAKI
Pada dasarnya, manusia dikarunia oleh
Tuhan YME untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya dalam menjalankan hidup dan
kehidupannya. Hak manusia itu terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: Pertama,
hak dasar atau alamiah (absolute),
seperti hak untuk hidup bukan untuk dibunuh, kemudian dikenal dengan Hak Asasi
Manusia (HAM). Kedua, hak amanah, yaitu hak yang dijamin dan dilindungi
oleh peraturan perundang-undangan (relative).
Di antara hak amanah yang dijamin hukum
dan perundang-undangan adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Pasal 499
KUHPerdata menegaskan bahwa yang dinamakan kebendaan adalah tiap-tiap barang
dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Oleh karena itu, HAKI
masuk dalam kategori kebendaan hak yang tidak ada wujudnya (immaterial)
karena tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba (intangible). Dalam
hal ini, bukan fisik suatu benda atau barang yang dihakciptakan, tetapi apa
yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Misalnya, hak cipta
penerbitan buku yang berjudul “Nikah Siri Wajib Diresmikan”. Dalam hak
cipta, bukan bukunya yang diberi hak cipta, namun judul serta isi di dalam buku
tersebutlah yang dihakciptakan oleh penulis atau penerbit buku tersebut.
David I. Bainbridge mengatakan, HAKI (intellectual
property rights) merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif
suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan
karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun
seni dan sastra (Muhammad Djumahana dan R. Djubaedillah, 2003:21). Jadi, yang dijamin
dalam undang-undang adalah hasil kemampuan intelektual manusia, bukan pada
barangnya.
Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa Hak
Kekayaan Intelektual adalah harta kekayaan yang tidak berwujud yang bersumber
dari intelektual seseorang. Untuk itu, doktrin perlindungan hukum HAKI
diberlakukan secara efektif, hukum nasional menyerapnya menjadi undang-undang
yang berlaku dan mengikat setiap orang, sehingga undang-undang mewajibkan
pemilik HAKI untuk mendaftarkan haknya itu dan setiap hak yang terdaftar dibuktikan
dengan sertifikat pendaftaran (Abdulkadir Muhammad, 2007:153).
Di dalam menjamin perlindungan
terhadap hak-hak kekayaan intelektual di Indonesia, maka pemerintah telah
merativikasi Agreement on Trade Related Aspects
of Intellectual Properti Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak
Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs melalui UU Nomor 7 Tahun
1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi
Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1997 dan World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak
Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Kemudian secara berturut-turut pemerintah telah mengesahkan peraturan
perundang-undangan tentang hak cipta, yaitu: UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta; UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta; kemudian diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; dan
terakhir diganti dengan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun
2014 menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif[1]
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif[2]
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Hak Cipta ini menjadi bagian hak kekayaan intelektual yang memiliki ruang
lingkup objek paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan (science),
seni, dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula
program komputer (Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2014).
Hak
Cipta terdiri atas: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan
serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta).
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 UU No.
28 Tahun 2014 bahwa yang termasuk kategori hak cipta yang dilindungi, meliputi ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah:
1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan
sejenis lainnya;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa
teks;
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk
seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
7. Karya seni terapan;
8. Karya arsitektur;
9. Peta;
10. Karya seni batik atau seni motif lain;
11. Karya fotografi;
12. Potret;
13. Karya sinematografi;
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil
transformasi;
15. Terjemahan, adaptasi, aransemen,
transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
16. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam
format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional
selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
18. Permainan video; dan
19. Program komputer.
Sebagai tindakan pencegahan atas
pelanggaran hak cipta, baik dalam bentuk plagiat, duplikat, pembajakan maupun
bentuk pelanggaran lainnya, maka Pasal 9 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan bahwa:
(1) Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan:
a. Penerbitan
Ciptaan;
b.
Penggandaan
Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan
Ciptaan;
d. Pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian
Ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukan
Ciptaan;
g. Pengumuman
Ciptaan;
h. Komunikasi
Ciptaan; dan
i. Penyewaan
Ciptaan.
(2) Setiap
Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap
Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Sebagai konsekuensi atas pelanggaran
ketentuan Pasal 9 di atas, maka Pasal 113 menentukan ketentuan pidananya
sebagai berikut:
(1) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
Pasal 44 UU No. 28 Tahun 2014 mengaturkan
pula bahwa:
Penggunaan,
pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan:
a.
Pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. Keamanan
serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c.
Ceramah yang hanya
untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d. Pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta.
Memahami Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah dengan seorang
intelektual (mahasiswa, dosen, peneliti, dan orang-orang berkecimpung dalam
bidang intelektual) merupakan satu kaitan atau hubungan yang sangat mesra dan
terintegrasi dalam dimensi intelektual. Artinya, seorang intelektual tidak bisa
melepaskan dirinya dari karya-karya tulis intelektual, sehingga seluruh
pemikirannya yang tertuang dalam karya tulis ilmiahnya itu harus jelas sumber
referensinya, tidak ngawur, bukan hasil khayalan (imajinasi), apalagi hoax.
Karena itu, seorang intelektual dituntut memberikan informasi secara akurat,
jujur, kredibel, dan profesional. Dengan demikian, hasil karya seorang
intelektual tidak bisa diintervensi karena berdasar atas fakta dan data yang
objektif dan transparan.
Dalam menyajikan sebuah karya tulis
ilmiah di atas, maka seorang intelektual wajib menyajikan data atau fakta yang
ditemukan dalam tulisannya itu berdasarkan metolodogi penulisan yang baik dan
benar. Adapun ciri-ciri khusus disebut karya tulis ilmiah menurut Brotowidjoyo
(1985:2) adalah:
1.
Karya
ilmiah menyajikan fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Karya
ilmiah disajikan dengan menggunakan bahasa baku.
3.
Karya
ilmiah ditulis secara jujur dan akurat.
4.
Karya
ilmiah disusun secara sistematis, konseptual, dan prosedural.
5.
Penyimpulan
karya ilmiah dilakukan berdasarkan fakta-fakta.
Langkah-Langkah Membuat Karya Tulis Ilmiah
Pada tahap-tahap tertentu, penulis dalam karya
ilmiah perlu memperhatikan alur proses dalam memproduksi tulisannya melalui
proses yang tidak singkat, akan tetapi perlu upaya yang dilakukan, di antaranya:
1.
Tahap persiapan atau
perencanaan
Perencanaan merupakan
bagian yang tidak bisa dilepaskan bagi seorang penulis karya tulis ilmiah,
karena dengan merencanakan dari segala aspek yang akan dibahas atau dikaji agar
dapat tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, sebelum menulis karya ilmiah
lebih baik dituliskan rencana yang akan ditulis, mulai dari pemilihan topik
masalah, rumusan masalah, tujuan, identifikasi masalah, dan tentukan cakupan
atau ruang lingkup karya ilmiah tersebut).
2.
Tahap pengumpulan
informasi
Adapun bahan
pengumpulan informasi dalam pembuatan karya ilmiah sebagai berikut:
a.
Manfaat perpustakaan
b.
Memanfaatkan internet
c.
Kelola dan pilah
bahan-bahan pustaka
d.
Membuat ringkasan dan
melakukan parafrase[4]
e.
Membuat kutipan
f.
Membuat daftar
instrumen wawancara, observasi dan pertanyaan yang dipersiapkan
3.
Tahap penyusunan draf
Setelah merencanakan
penulisan karya tulis ilmiah, selanjutnya adalah pelaksanaan, yaitu mulai
menyusun draft tulisan. Adapun hal yang harus dipersiapkan dengan baik di antaranya:
menyiapkan bahan referensi sesuai dengan tema yang akan dibahas, seperti: buku,
jurnal ilmiah, prosiding, laporan ilmiah, kamus, jaringan internet, dan
sebagainya.
4.
Tahap menulis
draf
a. Mengekspresikan
ide-ide ke dalam bentuk tulisan kasar.
b. Mengembangkan
ide kreatif yang masih bersifat tentatif.
c. Konsentrasi
pada ekspresi atau gagasan, bukan pada aspek mekanik (desain atau performa
tulisan).
5.
Tahap revisi tulisan
a.
Memperbaiki ide dalam karya tulis
ilmiah yang berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, penataan isi
sesuai dengan kebutuhan pembaca.
b.
Membaca ulang seluruh isi draf
data atau referensi yang akan dijadikan bahan sehingga memudahkan kita untuk
mereduksi ke dalam bahan yang siap jadi.
c.
Sharing atau berbagai pengalaman
tentang draf kasar dengan berbagai teman untuk menemukan apa yang menjadi
kekurangan-kelebihan.
6.
Tahap penyuntingan
a.
Memperbaiki dan mengevaluasi
perubahan-perubahan aspek mekanik karangan (huruf kapital, ejaan, struktur
kalimat, tanda baca, istilah, kosakata, format tulisan).
b.
Memperbaiki tulisan pada aspek
kebahasaan dan kesalahan yang dilakukan guna meminimalisir kesalahan yang
terjadi.
7.
Tahap publikasi
a.
Tulisan yang kita buat akan
berarti dan lebih bermanfaat jika dibaca orang lain.
b.
Sesuaikan tulisan dengan media
publikasi yang akan dituju.
c.
Pelajari pedoman penulisan media
publikasi yang akan dituju.
8.
Evaluasi
Dalam mebuat karya tulis ilmiah,
evaluasi sangat penting, karena dapat mengukur kemampuan penulis dalam membuat
karya ilmiah yang bagus, terutama bagi pemula atau yang akan memulai membuat
karya tulis ilmiah. Dengan melakukan evaluasi, maka penulis ingin selalu
melakukan perbaikan agar misi yang ditulis dapat tersampaikan secara maksimal
kepada para pembacannya.
Untuk mengetahui cara menulis
karya ilmiah, kita harus tahu dulu jenis karya tulis ilmiah tersebut, karena
dengan mengetahui, maka kita bisa melakukan klasifikasi apa yang mau kita
kerjakan, misalnya kita membuat laporan penelitian lembaga dll. Untuk kita
harus bisa membedakan dengan baik karya ilmiah yang mau kita buat seperti apa,
diantara jenisnya ada jurnal, makalah seminar, skripsi, tesis, disertasi,
kertas kerja dll.
Tips Penting dalam Penulisan Karya Ilmiah
1.
Membuat Judul Karya Ilmiah
Langkah pertama dalam membuat karya
ilmiah adalah membuat judul, judul yang diambil harus konkrit, tidak bias atau
meluas serta menggambarkan ide dari hasil karya tulis ilmiah yang kita buat,
untuk itu kita perlu menentukan tema terdahulu sebelum kita membuat judul karya
tulis ilmiah.
2.
Latar Belakang Masalah yang Menarik
Latar belakang masalah sudah
menjadi bagian utama penelitian, yang bertujuan supaya yang membaca memiliki
pemahaman awal mengenai ulasan karya ilmiah yang kita buat, dalam isi latar
belakang berkaitan dengan esensi idealist masalah, fakta masalah, data,
analisis, solusi serta (state of the arts) penelitian terdahulu yang
memperkuat masalah yang perlu dilakukan.
3.
Membuat Rumusan Masalah
Rumusan masalah menjadi bagian
terpenting dari penelitian yang melingkupi apa yang mau di teliti serta dikaji
dari karya ilmiah yang kita buat, yang merumuskan masalah ialah dengan
menghadapkan sebuah hal yang ideal terhadap realitas yang terjadi di lapangan,
maka yang harus diperhatikan ialah memperhatikan apa yang mau dibuat serta
dilakukan untuk dipecahkan masalahnya.
Pada rumusan masalah kata Tanya
yang lain efektif ialah dengan tiga hal yang paling penting untuk merumuskan
masalah tersebut ialah apa, mengapa dan bagaimana, tiga kata tersebut sudah
mewakili apa yang mau dicari serta dibongkar.
4.
Membuat pembahasan yang sederhana dan sesuai dengan
variabel judul
Untuk karya ilmiah yang perlu dipersiapkan penulis
adalah memberikan analisis bahasan yang dilakukan untuk memperkuat argumentasi
dan diskusi ilmiah yang dilakukan yang kita buat, caranya dengan menerapkan
beberapa hal ideal dengan fakta yang pastinya ada beberapa faktor yang
mempengaruhi maupun menghalanginya.
5.
Membuat
Kesimpulan
Cara membuat karya tulis ilmiah
yang paling akhir dan terpenting adanya kesimpulan yang diberikan untuk membuat
pembaca memahami maksud dari apa yang diteliti maupun dibuat dari tulisan,
sehingga paham akan tujuan karya yang ditulis tersebut.
Penggunaan Bahasa Sesuai EYD
Ciri penggunaan bahasa yang baik dan
benar dalam tulisan ilmiah menurut Anna Permanasari (Makalah, 20 Februari 2018)
adalah:
1. Kalimat harus jelas dan lugas
2. Kalimat yang digunakan tidak membingungkan
pembaca
3. Kalimat harus masuk akal
4. Pemilihan kata yang tepat
5. Hindari penggunaan kata yang berlebihan
6. Hindari kalimat yang rancu
7. Hindari penggunaan bahasa daerah
8. Perhatikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah
1. Bagian Pembuka
a. Halaman Judul (menggambarkan keseluruhan
isi kajian)
b. Pengantar Penulis
c. Abstraksi (singkat dan padat)
d. Kata Kunci
2. Bagian Isi
a. Pendahuluan:
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Hipotesis/Kajian Terdahulu
1.5. Metode Penelitian
b. Kerangka Pemikiran:
1.1. Kerangka Konsep
1.2. Kerangka Teori
c. Hasil Penelitian dan Pembahasan:
1.1. Menjabarkan seluruh temuan penelitian
1.2. Menghubungkan teori yang digunakan dengan
hasil penelitian
d. Penutup:
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran/Rekomendasi
3. Bagian Penunjang
a. Ucapan Terima Kasih
b. Daftar Pustaka
c. Daftar Lampiran (Gambar)
d. Daftar Tabel
e. Daftar Indeks
Daftar Pustaka
Buku
Makalah
Brotowidjoyo,
Mukayat D. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Presindo.
Djumahana,
Muhammad dan R. Djubaedillah. 2003. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori
dan Pratkteknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Muhammad,
Abdulkadir. 2007. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.
Makalah
dan Jurnal
Murjiyanto, R. “Konsep
Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif”
ke dalam Sistem “Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 1 VOL. 24 Januari 2017:52-72.
Permanasari,
Anna. 2018. “Karya Tulis Ilmiah, Untuk Apa?”. Dalam, Makalah, Seminar
Penulisan Karya Tulis Ilmiah diadakan oleh Kopertis Wilayah IV pada Tanggal 20
Februari 2018 di Universitas Pendidikan Indonesia, Jatinangor-Bandung.
Website
https://pakarkomunikasi.com/teknik-penulisan-karya-ilmiah,
diunduh pada tanggal 27 Oktober 2018.
https://www.kopertis4.or.id/wp-content/uploads/2018/03/Prof.-Ana-KARYA-TULIS-ILMIAH-UNTUK-APA.pdf,
diunduh pada tanggal 28 Oktober 2018.
[1]Penjelasan
Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang dimaksud dengan "hak
eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga
tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta.
Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak
eksklusif berupa hak ekonomi.
[2]Sebagai dasar atas hak
milik dikenal ada 2 (dua) prinsip dalam hukum, yaitu prinsip deklaratif dan
konstitutif. Deklaratif adalah hak milik yang tidak mengharus adanya
pendaftaran merek dan timbulnya hak merek didasarkan pada pemakaian pertama (first
to use), bukan karena pendaftaran. Sedangkan konstitutif adalah hak milik
yang mengharuskan adanya pendaftaran merek bagi mereka yang ingin memperoleh
perlindungan hukum, di mana timbulnya hak merek didasarkan pada pendaftaran (first
to file). Lihat, R. Murjiyanto. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia
(Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 1 VOL.
24 Januari 2017:52-72.
[3]Selain istilah Hak
Cipta, dalam HAKI dikenal pula istilah lain, yaitu Hak Kekayaan Industri,
seperti Hak Paten dan Hak Merek. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan
Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.
[4]Dalam Kamus Oxford
Advanced Leaner’s Dictionary, parafrase merupakan “cara mengekspresikan apa yang
telah ditulis dan dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-kata yang
berbeda agar membuatnya lebih mudah untuk dimengerti.” Contohnya:
Pertama,
Naskah Asli:
“Mahasiswa sering
berlebihan dalam menggunakan kutipan langsung saat membuat catatan, sebagai
akibatnya mereka menggunakan kutipan yang berlebihan dalam tugas karya ilmiah
(paper). Mungkin hanya sekitar 10% dari manuskrip akhir yang diperbolehkan
muncul dalam bentuk kutipan langsung. Oleh sebab itu, anda harus berusaha untuk
membatasi jumlah penulisan yanag sama persis dengan materi sumber saat kallian
menulis buku atau catatan (Lester, James D. Writing
Research Papers. 2nd ed. (1976),
hlm. 46-47).
Kedua, parafrase yang legal:
Dalam paper ilmiah,
mahasiswa sering mengutip berlebihan dan gagal untuk mengubah materi yang
dikutip ke level yang diinginkan. Karena masalahnya, bersumber dari penulisan
catatan, maka sangatlah penting untuk meminimalkan pencatatan materi atau kata
per kata yang sama persis (Lester 46-47).
Ketiga, parafrase versi plagiat:
Mahasiswa sering
menggunakan terlalu banyak kutipan langsung saat mereka menulis buku atau
catatan. Sebagai akibatnya, ada banyak kutipan langsung dalam paper tugas akhir
mereka. Seharusnya hanya sekitar 10% paper berisi kutipan langsung. Dengan
demikian, sangatlah penting untuk membatasi jumlah materi yang dikopi saat
melakukan catatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar