PENTINGNYA ISBN, ISSN, DAN HAKI DI ERA DIGITAL
Mukhtar Alshodiq
(Penerbit, Penulis, dan Editor Buku)
PENTINGNYA ISBN DAN ISSN
Sebelum memasuki era digital, tulisan
biasanya diterbitkan melalui media cetak.
Namun seiring dengan kemajuan teknologi, menerbitkan tulisan tidak harus
melalui media cetak, melainkan bisa diterbitkan secara digital melalui media
elektronik, seperti blog, website, e-book atau dalam bentuk CD atau DVD.
Media cetak maupun internet yang
resmi (formal) biasanya lebih selektif dalam menerbitkan sebuah karya tulis.
Mereka mempunyai editor yang berperan mengevaluasi apakah sebuah tulisan itu
layak terbit atau tidak. Tentu ada parameter sendiri dalam menentukan sebuah
tulisan dinilai layak atau tidak, misalnya dari sisi content tulisan,
originalitas, topiknya up to date atau
tidak, sudah sesuai dengan visi dan misi penerbit atau tidak, tata bahasa
bagaimana, panjang atau pendek tulisan, dan sebagainya.
Selain itu, editorial juga berfungsi
sebagai filter untuk memastikan tingkat akurasi tulisan sehingga bisa
meminimalisir kesalahan yang mungkin saja terjadi. Tentu saja kelebihannya,
ketika tulisan kita dinilai layak dan diterbitkan, penulisnya akan mendapatkan
konpensasi berupa honor yang besarnya variatif, tergantung ketentuan media
masing-masing.
Hampir semua media, seperti
majalah, tabloid, dan
surat kabar yang dikelola secara profesional dan proses penerbitan tulisannya
menggunakan editorial, umumnya diterbitkan secara berkala dan berkelanjutan.
Ciri-ciri terbitan berkala adalah memiliki nomor registrasi yang dikenal dengan
istilah ISSN (International Standard of Serial Number) yang berlaku secara
global. Sementara itu, khusus untuk terbitan tunggal seperti buku, menggunakan
nomor registrasi ISBN (International Standard Book Number). Nomor registrasi
ini dipakai sebagai alat identifikasi atas aneka publikasi di seluruh dunia.
ISBN dan ISSN memang keduanya
merupakan sama-sama nomor registrasi untuk penerbitan karya tulis, namun
keduanya memiliki perbedaan dan karakter sendiri.
MENGENAL ISSN
ISSN adalah nomor pengenal yang
diberikan kepada terbitan berkala, seperti: majalah, tabloid, surat
kabar, newsletter (warta), buku tahunan, laporan tahunan,
maupun prosiding. Nomor ISSN terdiri atas 8 angka yang tersusun secara unik dan
menjadi ciri khas setiap penerbitannya. Nomor unik yang dipakai sebagai
identifikasi ISSN sesungguhnya hanya 7 digit pertama, sedangkan angka
terakhir adalah karakter cek ISSN.
Contoh International Standard od
Serial Number (ISSN) Majalah Ilmiah Gema Perencana
Keterangan:
Kode Nomor : 977
Nomor ISSN
bersangkutan : 2655358
Nomor Seri
Terbitan : 00
Kode Cek : 3
Adanya penomoran ISSN ini sangat
memberi kemudahan dalam pelaksanaan administrasi, seperti misalnya pemesanan
sebuah majalah cukup dengan menyebutkan nomor ISSN-nya saja. Selain itu, nomor
ISSN ini berfungsi untuk membedakan antara majalah atau surat kabar satu dengan
lainnya yang kadang-kadang memiliki nama yang sama atau mirip.
Kesimpulannya, setiap majalah atau
surat kabar wajib memiliki ISSN. Jika majalah atau surat kabar tersebut
berganti nama, maka penerbitnya wajib mengurus ISSN yang baru. Hal ini berlaku
untuk semua penerbitan majalah dan surat kabar, termasuk penerbitan berseri.
Sistem penomoran ISSN dikelola secara
terpusat oleh ISDS (International Serial Data System) yang berkedudukan
di Paris, Perancis, dan diadopsi sebagai implementasi dari ISO-3297 di tahun
1975. Tentu saja tidak seluruh pemohon ISSN harus berurusan dengan ISDS di Paris,
melainkan cukup dengan Pusat Nasional ISSN di negaranya masing-masing.
Pusat Nasional ISSN untuk Indonesia
saat ini dikelola oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI). Lembaga ini merupakan satu-satunya ISSN
National Centre untuk Indonesia. Tugas dan wewenangnya adalah melakukan
pemantauan atas seluruh publikasi terbitan berkala yang diterbitkan di
Indonesia. Sedangkan penerbitan ISSN untuk regional Asia dipusatkan
di Thai National Library, Bangkok, Thailand.
Persyaratan Pengajuan ISSN
Sebelum mengajukan ISSN, penerbit
sebaiknya mengetahui persyaratan yang diperlukan, di antaranya:
1. Pengajuan untuk terbitan regular
(terbitan dalam format cetak) maupun elektronik (terbitan elektronik). Kategori
terbitan berkala adalah majalah, surat kabar, buletin, buku tahunan, laporan
tahunan, jurnal maupun prosiding aneka pertemuan ilmiah.
2. Untuk jurnal atau prosiding online,
diwajibkan sudah memiliki situs yang dapat diakses secara online dan sudah
dilengkapi dengan minimal 5 artikel/makalah yang dapat diakses oleh
publik/terbuka atau Open Access Journal. Tapi jika bersifat tertutup
dinyatakan dan ditulis di surat pengajuan.
3. Terbitan memenuhi syarat kelengkapan
minimal:
a. Surat permohonan tertulis secara resmi
dari penanggung jawab terbitan berkala suatu lembaga/organisasi berbadan hukum
(berkop surat dan stempel lembaga/organisasi dan bukan surat dari pimpinan
redaksi). Surat permohonan ditujukan kepada Kepala PDDI-LIPI.
b. Halaman sampul depan terbitan berkala
lengkap dengan judul (termasuk anak judul) terbitan, penulisan volume, nomor,
dan tahun terbit, serta nama organisasi/lembaga penerbit.
c. Halaman daftar isi.
d. Halaman daftar Dewan Redaksi.
4. Seluruh dokumen disiapkan dalam bentuk
data elektronik dengan format PDF. Untuk pengajuan E-ISSN, dokumen halaman
sampul, daftar isi, dan Dewan Redaksi berisi hasil tangkapan layar dari situs
terbitan.
5. Setiap nomor ISSN hanya diperuntukkan
bagi 1 (satu) judul terbitan pada satu media. Nomor ISSN yang sama
terus berlaku selama judul dan atau anak judul terbitan serta medianya tidak
berubah.
6. Judul terbitan yang diajukan harus sama
dalam: Aplikasi ISSN = Surat Permohonan = Sampul Depan Terbitan = Daftar
Isi = Dewan Redaksi = Header Terbitan Online.
7. Judul terbitan harus terlihat jelas baik
pada terbitan.
8. Kata-kata yang bukan bagian dari
judul tidak perlu ditambahkan ke dalam judul yang diajukan dalam aplikasi
maupun berkas dokumen, seperti: majalah, jurnal, prosiding, jurnal ilmiah,
artikel ilmiah, dan lainnya.
9. Untuk terbitan berbeda media judul
terbitan yang diajukan dianjurkan sama kecuali akan mengganti judul.
10. Terbitan yang diterbitkan pada beberapa
media berbeda (misal: cetak dan elektronik) wajib mengajukan ISSN untuk setiap
media.
Prosedur Mengurus ISSN
Terhitung sejak 1 April 2008,
seluruh proses pengajuan sampai penerbitan ISSN sudah diterapkan secara online, yaitu
melalui situs http://issn.pdii.lipi.go.id. Para
penerbit tidak perlu lagi harus repot mendatangi kantor LIPI, melainkan cukup
berada di depan komputer masing-masing di rumah atau kantor. Melalui
sistem online ini pengelolaan ISSN terlihat lebih mudah, murah,
cepat, transparan, dan profesional.
Selain menyediakan sarana terpadu
untuk pengurusan administrasi ISSN, PDII LIPI juga menyediakan perangkat lunak
(software) online untuk membuat kodebar (barcode generator)
khusus ISSN. Hal ini tentu sangat menguntungkan penerbit, karena mereka tidak
perlu harus mempunyai software pembuat kodebar yang harganya
cukup mahal. Kegunaan kodebar ISSN sebenarnya sama saja dengan kodebar
pada produk lainnya, yaitu sebagai alat bantu dalam mengidentifikasikan barang
dan harga.
Prosedur pengajuan ISSN sebagai
berikut:
1. Melengkapi formulir permohonan online di
halaman Formulir permohonan ISSN pada situs: http://issn.pdii.lipi.go.id.
2. Setelah melakukan permohonan, segera
catat nomor ID serta kata-sandi yang diberikan melalui
email yang tercatat di formulir pendaftaran. Informasi ini diperlukan untuk
kembali masuk guna mengunggah seluruh dokumen sampai konfirmasi penerbitan
kodebar digital.
Catatan: Untuk pengisian kolom isian nomor pertama kali edisi terbit
menggunakan No.ISSN: diisi dengan Volume (tahun ke xx terbit); Nomor (nomor
urut terbit per volume); Tahun terbit. Ditulis dalam format: Volume xx
Nomor xx, Bulan Tahun xxxx . Nomor ISSN tidak dapat digunakan pada
edisi lama sebelum waktu Nomor ISSN ditetapkan.
3. Lakukan perbaikan bila ada pesan
perbaikan dari verifikator dan konfirmasi setelahnya melalui halaman pesan pada
aplikasi dan melalui email issn@mail.lipi.go.id.
4. Setelah berkas lengkap dan diunggah
(surat permohonan, halaman sampul, daftar isi, dewan redaksi), silakan tunggu
hingga berkas di-VERIFIKASI oleh Petugas, setelah mendapatkan notifikasi
pembayaran hanya melalui e-Billing PNBP ISSN, silakan segera melakukan
pembayaran sesuai kode billing sebesar Rp. 200.000,- (sesuai ketentuan
PNBP yang berlaku di Lingkungan LIPI, berdasarkan PP. No. 32 Tahun 2016. Lampiran PP. No. 32 Tahun 2016.
Mulai Februari 2020, pembayaran dilakukan melalui Sistem e-Billing. Ketentuan
dan mekanisme pembayaran bisa dilihat pada: Info Pembayaran e-Billing atau http://penerimaan-negara.info
Catatan: Mulai tanggal 16 April 2021, untuk
meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses penerbitan ISSN, PDDI LIPI akan
memberlakukan tarif Rp.0,- untuk pengajuan ISSN semua jenis terbitan. Kebijakan
ini akan diberlakukan pada pengajuan ISSN yang diterbitkan melalui aplikasi
pendaftaran ISSN online 2.0.
5. Setelah seluruh data elektronik yang
dipersyaratkan untuk pengajuan ISSN diunggahkan, pengelola harus melakukan konfirmasi
melalui email: issn@mail.lipi.go.id; serta menginformasikannya melalui
kotak pesan (arsip komunikasi) yang tersedia.
6. Nomor dan kodebar ISSN bisa diketahui dan
diunduh langsung dari halaman status pemohon setelah seluruh proses selesai dan
disetujui.
Perubahan kodebar akibat variasi terbitan (nomor terbitan, perubahan harga,
dsb) bisa dilakukan sendiri oleh pemohon dengan mengganti 2 angka terakhir
sesuai dengan aturan ISSN.
Waktu pengajuan atau
pendaftaran nomor ISSN dilakukan sebelum terbitan yang diajukan terbit.
Disarankan pendaftaran dilakukan beberapa bulan sebelum waktu terbit.
Tanggal SK Nomor ISSN
adalah tanggal penetapan terbitan mulai secara resmi terdaftar dan mendapat
Nomor ISSN. Penggunaan Nomor ISSN tidak berlaku mundur untuk terbitan
yang telah terbit.
Kewajiban Penerbit Setelah Mendapatkan Nomor ISSN
Penerbit yang sudah memperoleh nomor
ISSN mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Mencantumkan ISSN di pojok kanan atas pada
halaman kulit muka, halaman judul, dan halaman daftar isi dari terbitan berkala
dengan diawali tulisan ISSN.
2. Mencantumkan barcode ISSN di
pojok kanan bawah pada halaman kulit belakang untuk terbitan ilmiah. Sedangkan
untuk terbitan hiburan atau populer di pojok kiri bawah pada halaman kulit muka.
3. Mengirimkan terbitannya sekurang-kurangnya
2 (dua) eksemplar setiap kali terbit ke PDII-LIPI, sebagai dokumentasi nasional
untuk kepentingan pembuatan Indeks Majalah Ilmiah Indonesia dan koneksi di
perpustakaan LIPI.
4. Apabila judul terbitan diganti, harus
segera melaporkan ke PDII-LIPI, karena harus mendapatkan ISSN baru.
MENGENAL ISBN
(International
Standard Book Number) adalah kode pengidentifikasian buku yang bersifat
unik. Informasi tentang judul, penerbit, dan kelompok penerbit tercakup dalam
ISBN. ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yan berkedudukan di London.
Di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang
berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia. Perpustakaan
Nasional RI mempunyai fungsi memberikan informasi, bimbingan dan penerapan
pencantuman ISBN serta KDT (Katalog Dalam Terbitan). KDT merupakan deskripsi
bibliografis yang dihasilkan dari pengolahan data yang diberikan penerbit untuk
dicantumkan di halaman balik judul sebagai kelengkapan penerbit.
Adapun fungsi ISBN adalah:
1. Memberikan identitas terhadap satu judul
buku yang diterbitkan oleh penerbit.
2. Membantu memperlancar arus distribusi
buku karena dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam pemesanan buku.
3. Sarana promosi bagi penerbit karena
informasi pencantuman ISBN disebarkan oleh Badan Nasional ISBN Indonesia di
Jakarta maupun Badan Internasional yang berkedudukan di London.
Nomor ISBN terdiri dari
13 digit dan dibubuhi huruf ISBN di depannya. Nomor tersebut terdiri atas 5
(lima) bagian. Masing-masing bagian dicetak dengan dipisahkan dengan tanda
hyphen (-). Kelompok pembagian nomor ISBN ditentukan dengan struktur sebagai
berikut:
Contoh : ISBN
978-602-51049-8-5
·
Angka
pengenal produk terbitan buku dari EAN (prefix identifier) = 978
·
Kode
kelompok (group identifier) = 602 (default)
·
Kode
penerbit (publisher prefix) = 51049
·
Kode
Judul (title identifier) = 8
·
Angka
pemeriksa (check digit) = 5
ISBN ditulis dengan
huruf cetak yang jelas dan mudah dibaca. Singkatan ISBN ditulis dengan huruf
besar mendahului penulisan angka pengenal kelompok, pengenal penerbit, pengenal
judul dan angka pemeriksa. Penulisan antara setiap bagian pengenal dibatasi
oleh tanda penghubung, seperti berikut:
Contoh:
ISBN 978-602-51049-8-5
Untuk
terbitan cetak, ISBN dicantumkan pada:
a. Bagian bawah pada sampul belakang (back
cover)
b. Verso (dibalik halaman judul) (halaman
copyright)
c. Punggung buku (spine) untuk buku
tebal , bila keadaan memungkinkan
Untuk penerbit baru,
ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mendaftarkan ISBN. Anda bisa
mengurus pengajuan ISBN melalui online dengan berkas persyaratan, yakni
surat pernyataan yang diberi materai 10.000, akta pendirian lini penerbitan,
dan Memorandum of Understanding (MoU). Scan semua berkas tersebut dan
unggah saat mendaftar ISBN secara online.
Berikut prosedur
registrasi ISBN via online:
1. Kunjungi laman isbn.perpusnas.go.id.
2. Klik pada pilihan Daftar Online di
halaman utama.
3. Selanjutnya pada Step 1 Anda harus
mengisi jenis penerbit yang Anda ingin daftarkan. Di bawahnya ada menu untuk
mengunggah scan surat pernyataan yang telah dibubuhi materai 10.000 dengan
format file PDF.
4. Kemudian unggah scan file legalitas
berupa akta pendirian dari notaris juga dalam format PDF.
5. Setelah semua terisi, klik Next di bagian
kanan atas.
6. Pada Step 2 Anda diminta mengisi data
perusahaan penerbitan yang akan didaftarkan meliputi nama penerbit, username
dan password (untuk log in setelah mendaftar akun), alamat, nama admin, email,
dan telepon. Klik Next untuk lanjut ke tahap selanjutnya.
7. Di Step 3 Anda akan diminta mengisi
alternatif kontak yang bisa dihubungi. Ada kolom website juga untuk menyertakan
laman penerbitan Anda. Di bagian bawah ada pertanyaan yang harus Anda jawab
untuk proses verifikasi. Setelah selesai klik Next.
8. Setelah itu Anda akan mendapatkan
pemberitahuan bahwa pendaftaran Anda telah berhsil. Selanjutnya Anda diminta
menghubungi nomor 081382265800 untuk memvalidasi akun Anda. Cek email
dan Anda akan mendapatkan tautan untuk verifikasi.
9. Proses daftar online hanya bisa dilakukan
pada hari kerja Senin-Jumat kecuali libur nasional.
10. Setelah akun Anda terverifikasi, Anda
bisa log in dengan username dan password yang tadi Anda
daftarkan.
Prosedur Pengajuan Nomor ISBN dan Barcode
1. Buka laman website Perpustakaan Nasional
di: https://isbn.perpusnas.go.id
2. Login: masukkan nama penerbit yang telah
didaftarkan sebelumnya dan jangan lupa “password”.
Login:
rocan.kemenagri
Password:
penerbit
3. Klik menu Daftar ISBN di menu bar
bagian atas.
4. Anda akan diminta mengisi data buku
seperti judul, tahun terbit, jumlah halaman, tinggi, kategori, jenis, dan
media. Selain itu Anda juga diminta mengunggah berkas pengajuan yang meliputi
surat permohonan di atas kertas kop surat dan ditandatangani pimpinan
penerbitan dan distempel, halaman judul, balik halaman judul, kata pengantar,
dan daftar isi. Jadikan satu file berkas-berkas tersebut dengan format PDF
berukuran tak lebih dari 2 megabyte.
5. Setelah selesai semuanya, klik Kirim.
Anda akan mendapat pemberitahuan bahwa pendaftaran Anda diterima. Selanjutnya
petugas akan memeriksa kelengkapan berkas dan ISBN akan diterbitkan apabila
semua dinyatakan lengkap.
6. Untuk pengajuan berkas buku anak-anak,
Anda hanya perlu mengunggah surat permohonan, halaman judul dan cover, serta
balik halaman judul. Ketiganya discan jadi satu dengan format PDF yang tak
lebih dari 2 megabyte.
7. Untuk buku berjilid, Anda bisa
menambahkan keterangan di menu unggah berkas pengajuan. File yang diperlukan
untuk buku berjilid adalah surat permohonan, halaman judul, balik halaman
judul, kata pengantar, daftar isi. Scan kelima file tersebut dan jadikan satu
dalam format PDF kurang dari 2 megabyte.
8. Di akun Anda akan ada informasi sejauh
mana pendaftaran ISBN Anda telah diproses. Jika dinyatakan belum lengkap, akan
muncul bagian mana yang harus diperbaiki.
Pertanyaannya kemudian, apakah
setelah mendapatkan nomor ISSN dan ISBN, karya ilmiah sudah aman dari berbagai
bentuk plagiat, pembajakan? Belum, karena itu sebuah produk penting untuk didaftarkan
pada Ditjen HAKI.
PENTINGNYA PERLINDUNGAN HAKI
Pada dasarnya, manusia dikarunia oleh
Tuhan YME untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya dalam menjalankan hidup dan
kehidupannya. Hak manusia itu terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: Pertama,
hak dasar atau alamiah (absolute),
seperti hak untuk hidup bukan untuk dibunuh, kemudian dikenal dengan adanya
perlindungan pada Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana diatur dalam berbagai
konvensi internasional yang kemudian diratifikasi menjadi undang-undang yang berlaku
bagi setiap negara.[2] Kedua,
hak amanah, yaitu hak yang dijamin dan dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan (relative).
Di antara hak amanah yang dijamin
hukum dan perundang-undangan adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya,
diatur pada Pasal 499 KUHPerdata bahwa yang dinamakan “kebendaan” adalah
tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Oleh
karena itu, HAKI masuk dalam kategori “kebendaan hak” yang tidak ada wujudnya (immaterial)
karena tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba (intangible). Dalam
hal ini, bukan fisik suatu benda atau barang yang dihakciptakan, tetapi apa
yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Misalnya, hak cipta
penerbitan “Jurnal Ilmiah GEMA PERENCANA”. Dalam hak cipta, bukan
majalahnya yang diberi hak cipta, namun judul serta isi di dalam buku
tersebutlah yang dihakciptakan oleh penulis atau penerbit majalah tersebut.
David I. Bainbridge mengatakan, HAKI (intellectual
property rights) merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif
suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan
karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun
seni dan sastra (Muhammad Djumahana dan R. Djubaedillah, 2003:21). Jadi, yang
dijamin dalam undang-undang HAKI adalah hasil kemampuan intelektual manusia,
bukan pada barangnya.
Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa Hak
Kekayaan Intelektual adalah harta kekayaan yang tidak berwujud, yang bersumber
dari intelektual seseorang. Untuk itu, doktrin perlindungan hukum HAKI
diberlakukan secara efektif, hukum nasional menyerapnya menjadi undang-undang
yang berlaku dan mengikat setiap orang, sehingga undang-undang mewajibkan
pemilik HAKI untuk mendaftarkan haknya itu dan setiap hak yang terdaftar
dibuktikan dengan “Sertifikat Pendaftaran” (Abdulkadir Muhammad,
2007:153).
Di dalam menjamin perlindungan terhadap
hak-hak kekayaan intelektual di Indonesia, maka pemerintah telah meratifikasi Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Properti Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs melalui UU Nomor 7 Tahun 1994. Selain
itu, Indonesia juga meratifikasi Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi
Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual
Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya
disebut WCT melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Kemudian secara
berturut-turut pemerintah telah mengesahkan peraturan perundang-undangan
tentang hak cipta, yaitu: UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; UU No. 7 Tahun
1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; kemudian
diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; dan terakhir diganti
dengan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun
2014 menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif[3]
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif[4]
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]
Hak Cipta ini menjadi bagian hak kekayaan intelektual yang memiliki ruang
lingkup objek paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan (science),
seni, dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula
program komputer (Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2014).
Hak
Cipta terdiri atas: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan
serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta).
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 UU No.
28 Tahun 2014 bahwa yang termasuk kategori hak cipta yang dilindungi, meliputi ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah:
1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan
sejenis lainnya;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa
teks;
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti
lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
7. Karya seni terapan;
8. Karya arsitektur;
9. Peta;
10. Karya seni batik atau seni motif lain;
11. Karya fotografi;
12. Potret;
13. Karya sinematografi;
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil
transformasi;
15. Terjemahan, adaptasi, aransemen,
transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
16. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam
format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional
selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
18. Permainan video; dan
19. Program komputer.
Sebagai tindakan pencegahan atas
pelanggaran hak cipta, baik dalam bentuk plagiat, duplikat, pembajakan maupun
bentuk pelanggaran lainnya, maka Pasal 9 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan bahwa:
(1) Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan:
a. Penerbitan
Ciptaan;
b.
Penggandaan
Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan
Ciptaan;
d. Pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian
Ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukan
Ciptaan;
g. Pengumuman
Ciptaan;
h. Komunikasi
Ciptaan; dan
i. Penyewaan
Ciptaan.
(2) Setiap
Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap
Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan
dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Termasuk di dalamnya menggandakan hak
cipta dalam bentuk “FOTOKOPI” ini adalah bagian dari “pembajakan”. Pasal 1
angka 23 bahwa:
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan
dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Pasal 10 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan
kembali:
Pengelola
tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang
hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya.
Tetapi UU No. 28 Tahun 2014 ini
memberikan batasan perlindungan atas hak cipta yang dapat digandakan dalam
keadaan sebagaimana diatur pada Pasal 26 huruf b dan c sebagai berikut:
b. Penggandaan
Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
c. Penggandaan
Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan
ajar;
Pasal 44 UU No. 28 Tahun 2014
mengaturkan pula bahwa:
Penggunaan,
pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan:
a.
Pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. Keamanan
serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c.
Ceramah yang hanya
untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d. Pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta.
Demikian pula pada Pasal 46 ayat (1)
UU
No. 28 Tahun 2014 memberikan
peluang untuk melakukan penggandaan, bahwa:
a.
Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan
yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan
dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Sebagai konsekuensi atas pelanggaran
ketentuan Pasal 9 di atas, maka Pasal 113 menentukan ketentuan pidananya
sebagai berikut:
(1) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap
Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
Demikian pula Pasal 114 menegaskan
bahwa:
Setiap Orang
yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil
pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Cara Pendaftaran HAKI
1. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan
rangkap tiga (formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada Kantor Wilayah),
lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000
(enam ribu rupiah);
2. Surat permohonan pendaftaran ciptaan
mencantumkan:
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat
pencipta;
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang
hak cipta; nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa; jenis dan judul ciptaan;
c. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan
untuk pertama kali;
d. Uraian ciptaan rangkap 4;
3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan
hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan;
4. Melampirkan bukti kewarganegaraan
pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau paspor;
5. Apabila pemohon badan hukum, maka pada
surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum
tersebut;
6. Melampirkan surat kuasa, bilamana
permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan
kuasa tersebut;
7. Apabila permohonan tidak bertempat
tinggal di dalam wilayah RI, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran
ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam
wilayah RI;
8. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan
diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka
nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon;
9. Apabila ciptaan tersebut telah
dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak;
10. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan
pendaftarannya atau penggantinya;
11. Membayar biaya permohonan pendaftaran
ciptaan Rp.200.000, khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program
komputer sebesar Rp.300.000.
Pendaftaran Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) ini dapat dilakukan secara online melalui website di: www.dgip.go.id dan ikut petunjuknya hingga
selesai.
Pertanyaan selanjutnya, apakah
setelah mendapatkan No. ISBN untuk buku dan No. ISSN untuk karya ilmiah serta
HAKI dari Ditjen HKI, sebuah karya intelektual sudah aman dari pembajakan,
plagiat, dan segala macamnya?
Dalam era digital saat ini, di mana
jaringan internet tak dapat membatasi lagi akses dan jangkauan setiap orang
untuk melakukan berbagai aktivitas yang diinginkannya. Seorang karyawan penjual
buku misalnya, setiap harinya datang berkantor dengan tepat waktu bahkan tak
jarang mendahului waktunya sudah tiba di kantor, giat bekerja, dan mengikuti
seluruh SOP yang berjalan di kantor, tapi siapa yang pernah menebak kalau di
balik semua itu, dia bisa menjual buku yang di kantornya tanpa sepengetahuan
atasannya.
Siapa yang bisa mencegah untuk tidak
melakukannya, karena Handphone yang pakai melakukan aktivitas onlinenya adalah
miliknya sendiri, dia beli pulsa sendiri, tanpa membebani kantor.
Belum lagi berbagai pelanggaran hak
cipta lainnya, misalnya dari Fotokopi, Percetakan, Pihak Gudang, atau pihak
ketiga lainnya dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkaya dirinya melalui
jaringan digital ini.
PENTING DITANAMKAN
PERILAKU “SADAR” & “BERADAB”
[1]Makalah ini disampaikan
pada kegiatan Workshop Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional Perencana Biro
Perencanaan Setjend-Kementerian Agama RI, Hotel Harris Tebet, Jum’at, 17 Juni
2022.
[2]HAM di Indonesia diatur
dalam UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai bentuk ratifikasi dari Deklarasi
Universal HAM (DUHAM/Universal Declaration on Human Rights (UDHR) tahun
1948 dan berbagai turunan peraturan perundang-undangannya.
[3]Penjelasan
Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang dimaksud dengan "hak eksklusif"
adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak
lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak
Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak
ekonomi.
[4]Sebagai dasar atas hak
milik dikenal ada 2 (dua) prinsip dalam hukum, yaitu prinsip deklaratif dan
konstitutif. Deklaratif adalah hak milik yang tidak mengharus adanya
pendaftaran merek dan timbulnya hak merek didasarkan pada pemakaian pertama (first
to use), bukan karena pendaftaran. Sedangkan konstitutif adalah hak milik
yang mengharuskan adanya pendaftaran merek bagi mereka yang ingin memperoleh
perlindungan hukum, di mana timbulnya hak merek didasarkan pada pendaftaran (first
to file). Lihat, R. Murjiyanto. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di
Indonesia (Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem
“Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM No. 1 VOL. 24 Januari 2017:52-72.
[5]Selain istilah Hak
Cipta, dalam HAKI dikenal pula istilah lain, yaitu Hak Kekayaan Industri,
seperti Hak Paten dan Hak Merek. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan
Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar