Selasa, 15 November 2022

PENTINGNYA ISBN, ISSN, DAN HAKI DI ERA DIGITAL

PENTINGNYA ISBN, ISSN, DAN HAKI DI ERA DIGITAL

Mukhtar Alshodiq

 (Penerbit, Penulis, dan Editor Buku)

 

PENTINGNYA ISBN DAN ISSN

Sebelum memasuki era digital, tulisan biasanya diterbitkan melalui media cetak. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, menerbitkan tulisan tidak harus melalui media cetak, melainkan bisa diterbitkan secara digital melalui media elektronik, seperti blog, website, e-book atau dalam bentuk CD atau DVD.

Media cetak maupun internet yang resmi (formal) biasanya lebih selektif dalam menerbitkan sebuah karya tulis. Mereka mempunyai editor yang berperan mengevaluasi apakah sebuah tulisan itu layak terbit atau tidak. Tentu ada parameter sendiri dalam menentukan sebuah tulisan dinilai layak atau tidak, misalnya dari sisi content tulisan, originalitas, topiknya up to date atau tidak, sudah sesuai dengan visi dan misi penerbit atau tidak, tata bahasa bagaimana, panjang atau pendek tulisan, dan sebagainya.

Selain itu, editorial juga berfungsi sebagai filter untuk memastikan tingkat akurasi tulisan sehingga bisa meminimalisir kesalahan yang mungkin saja terjadi. Tentu saja kelebihannya, ketika tulisan kita dinilai layak dan diterbitkan, penulisnya akan mendapatkan konpensasi berupa honor yang besarnya variatif, tergantung ketentuan media masing-masing.

Hampir semua media, seperti majalah, tabloid, dan surat kabar yang dikelola secara profesional dan proses penerbitan tulisannya menggunakan editorial, umumnya diterbitkan secara berkala dan berkelanjutan. Ciri-ciri terbitan berkala adalah memiliki nomor registrasi yang dikenal dengan istilah ISSN (International Standard of Serial Number) yang berlaku secara global. Sementara itu, khusus untuk terbitan tunggal seperti buku, menggunakan nomor registrasi ISBN (International Standard Book Number). Nomor registrasi ini dipakai sebagai alat identifikasi atas aneka publikasi di seluruh dunia.

ISBN dan ISSN memang keduanya merupakan sama-sama nomor registrasi untuk penerbitan karya tulis, namun keduanya memiliki perbedaan dan karakter sendiri.

 

MENGENAL ISSN

ISSN  adalah nomor pengenal yang diberikan kepada terbitan berkala, seperti: majalah, tabloid, surat kabar, newsletter (warta), buku tahunan, laporan tahunan, maupun prosiding. Nomor ISSN terdiri atas 8 angka yang tersusun secara unik dan menjadi ciri khas setiap penerbitannya. Nomor unik yang dipakai sebagai identifikasi ISSN sesungguhnya hanya 7 digit pertama,  sedangkan angka terakhir adalah karakter cek ISSN.

Contoh International Standard od Serial Number (ISSN) Majalah Ilmiah Gema Perencana


Keterangan:

Kode Nomor                          : 977

Nomor ISSN bersangkutan    : 2655358

Nomor Seri Terbitan              : 00

Kode Cek                               : 3

 

Adanya penomoran ISSN ini sangat memberi kemudahan dalam pelaksanaan administrasi, seperti misalnya pemesanan sebuah majalah cukup dengan menyebutkan nomor ISSN-nya saja. Selain itu, nomor ISSN ini berfungsi untuk membedakan antara majalah atau surat kabar satu dengan lainnya yang kadang-kadang  memiliki nama yang sama atau mirip.

Kesimpulannya, setiap majalah atau surat kabar wajib memiliki ISSN. Jika majalah atau surat kabar tersebut berganti nama, maka penerbitnya wajib mengurus ISSN yang baru. Hal ini berlaku untuk semua penerbitan majalah dan surat kabar, termasuk penerbitan berseri.

Sistem penomoran ISSN dikelola secara terpusat oleh ISDS (International Serial Data System) yang berkedudukan di Paris, Perancis, dan diadopsi sebagai implementasi dari ISO-3297 di tahun 1975. Tentu saja tidak seluruh pemohon ISSN harus berurusan dengan ISDS di Paris, melainkan cukup dengan Pusat Nasional ISSN di negaranya masing-masing.

Pusat Nasional ISSN untuk Indonesia saat ini dikelola oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI). Lembaga ini merupakan satu-satunya ISSN National Centre untuk Indonesia. Tugas dan wewenangnya adalah melakukan pemantauan atas seluruh publikasi terbitan berkala yang diterbitkan di Indonesia. Sedangkan penerbitan ISSN untuk regional Asia dipusatkan di Thai National Library, Bangkok, Thailand.

 

Persyaratan Pengajuan ISSN

Sebelum mengajukan ISSN, penerbit sebaiknya mengetahui persyaratan yang diperlukan, di antaranya:

1.       Pengajuan untuk terbitan regular (terbitan dalam format cetak) maupun elektronik (terbitan elektronik). Kategori terbitan berkala adalah majalah, surat kabar, buletin, buku tahunan, laporan tahunan, jurnal maupun prosiding aneka pertemuan ilmiah.

2.       Untuk jurnal atau prosiding online, diwajibkan sudah memiliki situs yang dapat diakses secara online dan sudah dilengkapi dengan minimal 5 artikel/makalah yang dapat diakses oleh publik/terbuka atau Open Access Journal. Tapi jika bersifat tertutup dinyatakan dan ditulis di surat pengajuan.

3.       Terbitan memenuhi syarat kelengkapan minimal:

a.       Surat permohonan tertulis secara resmi dari penanggung jawab terbitan berkala suatu lembaga/organisasi berbadan hukum (berkop surat dan stempel lembaga/organisasi dan bukan surat dari pimpinan redaksi). Surat permohonan ditujukan kepada Kepala PDDI-LIPI.

b.       Halaman sampul depan terbitan berkala lengkap dengan judul (termasuk anak judul) terbitan, penulisan volume, nomor, dan tahun terbit, serta nama organisasi/lembaga penerbit.

c.       Halaman daftar isi.

d.       Halaman daftar Dewan Redaksi.

4.       Seluruh dokumen disiapkan dalam bentuk data elektronik dengan format PDF. Untuk pengajuan E-ISSN, dokumen halaman sampul, daftar isi, dan Dewan Redaksi berisi hasil tangkapan layar dari situs terbitan.

5.       Setiap nomor ISSN hanya diperuntukkan bagi 1 (satu) judul terbitan pada satu media. Nomor ISSN yang sama terus berlaku selama judul dan atau anak judul terbitan serta medianya tidak berubah.

6.       Judul terbitan yang diajukan harus sama dalam: Aplikasi ISSN = Surat Permohonan = Sampul Depan Terbitan = Daftar Isi = Dewan Redaksi = Header Terbitan Online.

7.       Judul terbitan harus terlihat jelas baik pada terbitan.

8.       Kata-kata yang bukan bagian dari judul tidak perlu ditambahkan ke dalam judul yang diajukan dalam aplikasi maupun berkas dokumen, seperti: majalah, jurnal, prosiding, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan lainnya.

9.       Untuk terbitan berbeda media judul terbitan yang diajukan dianjurkan sama kecuali akan mengganti judul.

10.    Terbitan yang diterbitkan pada beberapa media berbeda (misal: cetak dan elektronik) wajib mengajukan ISSN untuk setiap media.

 

Prosedur Mengurus ISSN

Terhitung  sejak 1 April 2008, seluruh proses pengajuan sampai penerbitan ISSN sudah diterapkan secara online, yaitu melalui situs http://issn.pdii.lipi.go.id. Para penerbit tidak perlu lagi harus repot mendatangi kantor LIPI, melainkan cukup berada di depan komputer masing-masing di rumah atau kantor. Melalui sistem online ini pengelolaan ISSN terlihat lebih mudah, murah, cepat, transparan, dan profesional.

Selain menyediakan sarana terpadu untuk pengurusan administrasi ISSN, PDII LIPI juga menyediakan perangkat lunak (software) online untuk membuat kodebar (barcode generator) khusus ISSN. Hal ini tentu sangat menguntungkan penerbit, karena mereka tidak perlu harus mempunyai software pembuat kodebar yang harganya cukup mahal. Kegunaan  kodebar ISSN sebenarnya sama saja dengan kodebar pada produk lainnya, yaitu sebagai alat bantu dalam mengidentifikasikan barang dan harga.

Prosedur pengajuan ISSN sebagai berikut:

1.       Melengkapi formulir permohonan online di halaman Formulir permohonan ISSN pada situs: http://issn.pdii.lipi.go.id.

2.       Setelah melakukan permohonan, segera catat nomor ID serta kata-sandi yang diberikan melalui email yang tercatat di formulir pendaftaran. Informasi ini diperlukan untuk kembali masuk guna mengunggah seluruh dokumen sampai konfirmasi penerbitan kodebar digital.

Catatan:  Untuk pengisian kolom isian nomor pertama kali edisi terbit menggunakan No.ISSN: diisi dengan Volume (tahun ke xx terbit); Nomor (nomor urut terbit per volume); Tahun terbit. Ditulis dalam format: Volume xx Nomor xx, Bulan Tahun xxxx . Nomor ISSN tidak dapat digunakan pada edisi lama sebelum waktu Nomor ISSN ditetapkan.

3.       Lakukan perbaikan bila ada pesan perbaikan dari verifikator dan konfirmasi setelahnya melalui halaman pesan pada aplikasi dan melalui email issn@mail.lipi.go.id.

4.       Setelah berkas lengkap dan diunggah (surat permohonan, halaman sampul, daftar isi, dewan redaksi), silakan tunggu hingga berkas di-VERIFIKASI oleh Petugas, setelah mendapatkan notifikasi pembayaran hanya melalui e-Billing PNBP ISSN, silakan segera melakukan pembayaran sesuai kode billing sebesar Rp. 200.000,- (sesuai ketentuan PNBP yang berlaku di Lingkungan LIPI, berdasarkan PP. No. 32 Tahun 2016. Lampiran PP. No. 32 Tahun 2016.
Mulai Februari 2020, pembayaran dilakukan melalui Sistem e-Billing. Ketentuan dan mekanisme pembayaran bisa dilihat pada: Info Pembayaran e-Billing atau http://penerimaan-negara.info

Catatan:  Mulai tanggal 16 April 2021, untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses penerbitan ISSN, PDDI LIPI akan memberlakukan tarif Rp.0,- untuk pengajuan ISSN semua jenis terbitan. Kebijakan ini akan diberlakukan pada pengajuan ISSN yang diterbitkan melalui aplikasi pendaftaran ISSN online 2.0.

5.       Setelah seluruh data elektronik yang dipersyaratkan untuk pengajuan ISSN diunggahkan, pengelola harus melakukan konfirmasi melalui email: issn@mail.lipi.go.id; serta menginformasikannya melalui kotak pesan (arsip komunikasi) yang tersedia.

6.       Nomor dan kodebar ISSN bisa diketahui dan diunduh langsung dari halaman status pemohon setelah seluruh proses selesai dan disetujui.
Perubahan kodebar akibat variasi terbitan (nomor terbitan, perubahan harga, dsb) bisa dilakukan sendiri oleh pemohon dengan mengganti 2 angka terakhir sesuai dengan aturan ISSN.

 

Waktu Pengajuan ISSN

Waktu pengajuan atau pendaftaran nomor ISSN dilakukan sebelum terbitan yang diajukan terbit. Disarankan pendaftaran dilakukan beberapa bulan sebelum waktu terbit.

Tanggal SK Nomor ISSN adalah tanggal penetapan terbitan mulai secara resmi terdaftar dan mendapat Nomor ISSN. Penggunaan Nomor ISSN tidak berlaku mundur untuk terbitan yang telah terbit.

 

Kewajiban Penerbit Setelah Mendapatkan Nomor ISSN

Penerbit yang sudah memperoleh nomor ISSN mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1.       Mencantumkan ISSN di pojok kanan atas pada halaman kulit muka, halaman judul, dan halaman daftar isi dari terbitan berkala dengan diawali tulisan ISSN.

2.       Mencantumkan barcode ISSN di pojok kanan bawah pada halaman kulit belakang untuk terbitan ilmiah. Sedangkan untuk terbitan hiburan atau populer di pojok kiri bawah pada halaman kulit muka.

3.       Mengirimkan terbitannya sekurang-kurangnya 2 (dua) eksemplar setiap kali terbit ke PDII-LIPI, sebagai dokumentasi nasional untuk kepentingan pembuatan Indeks Majalah Ilmiah Indonesia dan koneksi di perpustakaan LIPI.

4.       Apabila judul terbitan diganti, harus segera melaporkan ke PDII-LIPI, karena harus mendapatkan ISSN baru.

 

MENGENAL ISBN

(International Standard Book Number) adalah kode pengidentifikasian buku yang bersifat unik. Informasi tentang judul, penerbit, dan kelompok penerbit tercakup dalam ISBN. ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yan berkedudukan di London. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia. Perpustakaan Nasional RI mempunyai fungsi memberikan informasi, bimbingan dan penerapan pencantuman ISBN serta KDT (Katalog Dalam Terbitan). KDT merupakan deskripsi bibliografis yang dihasilkan dari pengolahan data yang diberikan penerbit untuk dicantumkan di halaman balik judul sebagai kelengkapan penerbit.

Adapun fungsi ISBN adalah:

1.       Memberikan identitas terhadap satu judul buku yang diterbitkan oleh penerbit.

2.       Membantu memperlancar arus distribusi buku karena dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam pemesanan buku.

3.       Sarana promosi bagi penerbit karena informasi pencantuman ISBN disebarkan oleh Badan Nasional ISBN Indonesia di Jakarta maupun Badan Internasional yang berkedudukan di London.

Nomor ISBN terdiri dari 13 digit dan dibubuhi huruf ISBN di depannya. Nomor tersebut terdiri atas 5 (lima) bagian. Masing-masing bagian dicetak dengan dipisahkan dengan tanda hyphen (-). Kelompok pembagian nomor ISBN ditentukan dengan struktur sebagai berikut:


Contoh : ISBN 978-602-51049-8-5

·         Angka pengenal produk terbitan buku dari EAN (prefix identifier) = 978

·         Kode kelompok (group identifier) = 602 (default)

·         Kode penerbit (publisher prefix) = 51049

·         Kode Judul (title identifier) = 8

·         Angka pemeriksa (check digit) = 5

ISBN ditulis dengan huruf cetak yang jelas dan mudah dibaca. Singkatan ISBN ditulis dengan huruf besar mendahului penulisan angka pengenal kelompok, pengenal penerbit, pengenal judul dan angka pemeriksa. Penulisan antara setiap bagian pengenal dibatasi oleh tanda penghubung, seperti berikut:

Contoh: ISBN 978-602-51049-8-5

Untuk terbitan cetak, ISBN dicantumkan pada:

a.       Bagian bawah pada sampul belakang (back cover)

b.       Verso (dibalik halaman judul) (halaman copyright)

c.       Punggung buku (spine) untuk buku tebal , bila keadaan memungkinkan

Untuk penerbit baru, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mendaftarkan ISBN. Anda bisa mengurus pengajuan ISBN melalui online dengan berkas persyaratan, yakni surat pernyataan yang diberi materai 10.000, akta pendirian lini penerbitan, dan Memorandum of Understanding (MoU). Scan semua berkas tersebut dan unggah saat mendaftar ISBN secara online.

Berikut prosedur registrasi ISBN via online:

1.       Kunjungi laman isbn.perpusnas.go.id.

2.       Klik pada pilihan Daftar Online di halaman utama.

3.       Selanjutnya pada Step 1 Anda harus mengisi jenis penerbit yang Anda ingin daftarkan. Di bawahnya ada menu untuk mengunggah scan surat pernyataan yang telah dibubuhi materai 10.000 dengan format file PDF.

4.       Kemudian unggah scan file legalitas berupa akta pendirian dari notaris juga dalam format PDF.

5.       Setelah semua terisi, klik Next di bagian kanan atas.

6.       Pada Step 2 Anda diminta mengisi data perusahaan penerbitan yang akan didaftarkan meliputi nama penerbit, username dan password (untuk log in setelah mendaftar akun), alamat, nama admin, email, dan telepon. Klik Next untuk lanjut ke tahap selanjutnya.

7.       Di Step 3 Anda akan diminta mengisi alternatif kontak yang bisa dihubungi. Ada kolom website juga untuk menyertakan laman penerbitan Anda. Di bagian bawah ada pertanyaan yang harus Anda jawab untuk proses verifikasi. Setelah selesai klik Next.

8.       Setelah itu Anda akan mendapatkan pemberitahuan bahwa pendaftaran Anda telah berhsil. Selanjutnya Anda diminta menghubungi nomor 081382265800 untuk memvalidasi akun Anda. Cek email dan Anda akan mendapatkan tautan untuk verifikasi.

9.       Proses daftar online hanya bisa dilakukan pada hari kerja Senin-Jumat kecuali libur nasional.

10.    Setelah akun Anda terverifikasi, Anda bisa log in dengan username dan password yang tadi Anda daftarkan.

 

Prosedur Pengajuan Nomor ISBN dan Barcode

1.       Buka laman website Perpustakaan Nasional di: https://isbn.perpusnas.go.id

2.       Login: masukkan nama penerbit yang telah didaftarkan sebelumnya dan jangan lupa “password”.

Login: rocan.kemenagri

Password: penerbit

3.     Klik menu Daftar ISBN di menu bar bagian atas.

4.       Anda akan diminta mengisi data buku seperti judul, tahun terbit, jumlah halaman, tinggi, kategori, jenis, dan media. Selain itu Anda juga diminta mengunggah berkas pengajuan yang meliputi surat permohonan di atas kertas kop surat dan ditandatangani pimpinan penerbitan dan distempel, halaman judul, balik halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi. Jadikan satu file berkas-berkas tersebut dengan format PDF berukuran tak lebih dari 2 megabyte.

5.       Setelah selesai semuanya, klik Kirim. Anda akan mendapat pemberitahuan bahwa pendaftaran Anda diterima. Selanjutnya petugas akan memeriksa kelengkapan berkas dan ISBN akan diterbitkan apabila semua dinyatakan lengkap.

6.       Untuk pengajuan berkas buku anak-anak, Anda hanya perlu mengunggah surat permohonan, halaman judul dan cover, serta balik halaman judul. Ketiganya discan jadi satu dengan format PDF yang tak lebih dari 2 megabyte.

7.       Untuk buku berjilid, Anda bisa menambahkan keterangan di menu unggah berkas pengajuan. File yang diperlukan untuk buku berjilid adalah surat permohonan, halaman judul, balik halaman judul, kata pengantar, daftar isi. Scan kelima file tersebut dan jadikan satu dalam format PDF kurang dari 2 megabyte.

8.       Di akun Anda akan ada informasi sejauh mana pendaftaran ISBN Anda telah diproses. Jika dinyatakan belum lengkap, akan muncul bagian mana yang harus diperbaiki.

 

Pertanyaannya kemudian, apakah setelah mendapatkan nomor ISSN dan ISBN, karya ilmiah sudah aman dari berbagai bentuk plagiat, pembajakan? Belum, karena itu sebuah produk penting untuk didaftarkan pada Ditjen HAKI.

 

PENTINGNYA PERLINDUNGAN HAKI

Pada dasarnya, manusia dikarunia oleh Tuhan YME untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya dalam menjalankan hidup dan kehidupannya. Hak manusia itu terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: Pertama, hak dasar atau alamiah (absolute), seperti hak untuk hidup bukan untuk dibunuh, kemudian dikenal dengan adanya perlindungan pada Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana diatur dalam berbagai konvensi internasional yang kemudian diratifikasi menjadi undang-undang yang berlaku bagi setiap negara.[2] Kedua, hak amanah, yaitu hak yang dijamin dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan (relative).

Di antara hak amanah yang dijamin hukum dan perundang-undangan adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya, diatur pada Pasal 499 KUHPerdata bahwa yang dinamakan “kebendaan” adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Oleh karena itu, HAKI masuk dalam kategori “kebendaan hak” yang tidak ada wujudnya (immaterial) karena tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba (intangible). Dalam hal ini, bukan fisik suatu benda atau barang yang dihakciptakan, tetapi apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Misalnya, hak cipta penerbitan “Jurnal Ilmiah GEMA PERENCANA”. Dalam hak cipta, bukan majalahnya yang diberi hak cipta, namun judul serta isi di dalam buku tersebutlah yang dihakciptakan oleh penulis atau penerbit majalah tersebut.

David I. Bainbridge mengatakan, HAKI (intellectual property rights) merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra (Muhammad Djumahana dan R. Djubaedillah, 2003:21). Jadi, yang dijamin dalam undang-undang HAKI adalah hasil kemampuan intelektual manusia, bukan pada barangnya.

Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual adalah harta kekayaan yang tidak berwujud, yang bersumber dari intelektual seseorang. Untuk itu, doktrin perlindungan hukum HAKI diberlakukan secara efektif, hukum nasional menyerapnya menjadi undang-undang yang berlaku dan mengikat setiap orang, sehingga undang-undang mewajibkan pemilik HAKI untuk mendaftarkan haknya itu dan setiap hak yang terdaftar dibuktikan dengan “Sertifikat Pendaftaran” (Abdulkadir Muhammad, 2007:153).

Di dalam menjamin perlindungan terhadap hak-hak kekayaan intelektual di Indonesia, maka pemerintah telah meratifikasi Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Properti Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs melalui UU Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Kemudian secara berturut-turut pemerintah telah mengesahkan peraturan perundang-undangan tentang hak cipta, yaitu: UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; kemudian diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; dan terakhir diganti dengan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif[3] pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif[4] setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5] Hak Cipta ini menjadi bagian hak kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan (science), seni, dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer (Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2014).

Hak Cipta terdiri atas: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang termasuk kategori hak cipta yang dilindungi, meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah:

1.       Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2.       Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

3.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4.       Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

5.       Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6.       Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

7.       Karya seni terapan;

8.       Karya arsitektur;

9.       Peta;

10.    Karya seni batik atau seni motif lain;

11.    Karya fotografi;

12.    Potret;

13.    Karya sinematografi;

14.    Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

15.    Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

16.    Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;

17.    Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

18.    Permainan video; dan

19.    Program komputer.

Sebagai tindakan pencegahan atas pelanggaran hak cipta, baik dalam bentuk plagiat, duplikat, pembajakan maupun bentuk pelanggaran lainnya, maka Pasal 9 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan bahwa:

(1)   Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a.   Penerbitan Ciptaan;

b.   Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

c.   Penerjemahan Ciptaan;

d.   Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

e.   Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

f.    Pertunjukan Ciptaan;

g.   Pengumuman Ciptaan;

h.   Komunikasi Ciptaan; dan

i.    Penyewaan Ciptaan.

(2)     Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

(3)     Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

 

Termasuk di dalamnya menggandakan hak cipta dalam bentuk “FOTOKOPI” ini adalah bagian dari “pembajakan”. Pasal 1 angka 23 bahwa:

Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

 

Pasal 10 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan kembali:

Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.

 

Tetapi UU No. 28 Tahun 2014 ini memberikan batasan perlindungan atas hak cipta yang dapat digandakan dalam keadaan sebagaimana diatur pada Pasal 26 huruf b dan c sebagai berikut:

b.    Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;

c.    Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;

 

Pasal 44 UU No. 28 Tahun 2014 mengaturkan pula bahwa:

Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

a.        Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;

b.       Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;

c.        Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

d.       Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

 

Demikian pula pada Pasal 46 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 memberikan peluang untuk melakukan penggandaan, bahwa:

a.        Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

 

Sebagai konsekuensi atas pelanggaran ketentuan Pasal 9 di atas, maka Pasal 113 menentukan ketentuan pidananya sebagai berikut:

(1)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4)     Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

 

Demikian pula Pasal 114 menegaskan bahwa:

Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

Cara Pendaftaran HAKI

1.       Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap tiga (formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada Kantor Wilayah), lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah);

2.       Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan:

a.       Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

b.       Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa; jenis dan judul ciptaan;

c.       Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;

d.       Uraian ciptaan rangkap 4;

3.       Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan;

4.       Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau paspor;

5.       Apabila pemohon badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut;

6.       Melampirkan surat kuasa, bilamana permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut;

7.       Apabila permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI;

8.       Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon;

9.       Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak;

10.    Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya;

11.    Membayar biaya permohonan pendaftaran ciptaan Rp.200.000, khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesar Rp.300.000.

 

Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ini dapat dilakukan secara online melalui website di: www.dgip.go.id dan ikut petunjuknya hingga selesai.

 

Pertanyaan selanjutnya, apakah setelah mendapatkan No. ISBN untuk buku dan No. ISSN untuk karya ilmiah serta HAKI dari Ditjen HKI, sebuah karya intelektual sudah aman dari pembajakan, plagiat, dan segala macamnya?

Dalam era digital saat ini, di mana jaringan internet tak dapat membatasi lagi akses dan jangkauan setiap orang untuk melakukan berbagai aktivitas yang diinginkannya. Seorang karyawan penjual buku misalnya, setiap harinya datang berkantor dengan tepat waktu bahkan tak jarang mendahului waktunya sudah tiba di kantor, giat bekerja, dan mengikuti seluruh SOP yang berjalan di kantor, tapi siapa yang pernah menebak kalau di balik semua itu, dia bisa menjual buku yang di kantornya tanpa sepengetahuan atasannya.

Siapa yang bisa mencegah untuk tidak melakukannya, karena Handphone yang pakai melakukan aktivitas onlinenya adalah miliknya sendiri, dia beli pulsa sendiri, tanpa membebani kantor.

Belum lagi berbagai pelanggaran hak cipta lainnya, misalnya dari Fotokopi, Percetakan, Pihak Gudang, atau pihak ketiga lainnya dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkaya dirinya melalui jaringan digital ini.

 

PENTING DITANAMKAN PERILAKU “SADAR” & “BERADAB”



[1]Makalah ini disampaikan pada kegiatan Workshop Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional Perencana Biro Perencanaan Setjend-Kementerian Agama RI, Hotel Harris Tebet, Jum’at, 17 Juni 2022.

[2]HAM di Indonesia diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai bentuk ratifikasi dari Deklarasi Universal HAM (DUHAM/Universal Declaration on Human Rights (UDHR) tahun 1948 dan berbagai turunan peraturan perundang-undangannya.

[3]Penjelasan Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.

[4]Sebagai dasar atas hak milik dikenal ada 2 (dua) prinsip dalam hukum, yaitu prinsip deklaratif dan konstitutif. Deklaratif adalah hak milik yang tidak mengharus adanya pendaftaran merek dan timbulnya hak merek didasarkan pada pemakaian pertama (first to use), bukan karena pendaftaran. Sedangkan konstitutif adalah hak milik yang mengharuskan adanya pendaftaran merek bagi mereka yang ingin memperoleh perlindungan hukum, di mana timbulnya hak merek didasarkan pada pendaftaran (first to file). Lihat, R. Murjiyanto. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 1 VOL. 24 Januari 2017:52-72.

[5]Selain istilah Hak Cipta, dalam HAKI dikenal pula istilah lain, yaitu Hak Kekayaan Industri, seperti Hak Paten dan Hak Merek. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan Hak Merek adalah  hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar