Selasa, 15 November 2022

 TEKNIS PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: Mukhtar Alshodiq

 (Penerbit, Penulis dan Editor Buku)

Memahami HAKI

Pada dasarnya, manusia dikarunia oleh Tuhan YME untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya dalam menjalankan hidup dan kehidupannya. Hak manusia itu terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: Pertama, hak dasar atau alamiah (absolute), seperti hak untuk hidup bukan untuk dibunuh, kemudian dikenal dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, hak amanah, yaitu hak yang dijamin dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan (relative).

Di antara hak amanah yang dijamin hukum dan perundang-undangan adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Pasal 499 KUHPerdata menegaskan bahwa yang dinamakan kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Oleh karena itu, HAKI masuk dalam kategori kebendaan hak yang tidak ada wujudnya (immaterial) karena tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba (intangible). Dalam hal ini, bukan fisik suatu benda atau barang yang dihakciptakan, tetapi apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Misalnya, hak cipta penerbitan buku yang berjudul “Nikah Siri Wajib Diresmikan”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberi hak cipta, namun judul serta isi di dalam buku tersebutlah yang dihakciptakan oleh penulis atau penerbit buku tersebut.

David I. Bainbridge mengatakan, HAKI (intellectual property rights) merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra (Muhammad Djumahana dan R. Djubaedillah, 2003:21). Jadi, yang dijamin dalam undang-undang adalah hasil kemampuan intelektual manusia, bukan pada barangnya.

Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual adalah harta kekayaan yang tidak berwujud yang bersumber dari intelektual seseorang. Untuk itu, doktrin perlindungan hukum HAKI diberlakukan secara efektif, hukum nasional menyerapnya menjadi undang-undang yang berlaku dan mengikat setiap orang, sehingga undang-undang mewajibkan pemilik HAKI untuk mendaftarkan haknya itu dan setiap hak yang terdaftar dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran (Abdulkadir Muhammad, 2007:153).

Di dalam menjamin perlindungan terhadap hak-hak kekayaan intelektual di Indonesia, maka pemerintah telah merativikasi Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Properti Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs melalui UU Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Kemudian secara berturut-turut pemerintah telah mengesahkan peraturan perundang-undangan tentang hak cipta, yaitu: UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; kemudian diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; dan terakhir diganti dengan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif[1] pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif[2] setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3] Hak Cipta ini menjadi bagian hak kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan (science), seni, dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer (Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2014).

Hak Cipta terdiri atas: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang termasuk kategori hak cipta yang dilindungi, meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah:

1.       Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2.       Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

3.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4.       Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

5.       Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6.       Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

7.       Karya seni terapan;

8.       Karya arsitektur;

9.       Peta;

10.    Karya seni batik atau seni motif lain;

11.    Karya fotografi;

12.    Potret;

13.    Karya sinematografi;

14.    Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

15.    Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

16.    Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;

17.    Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

18.    Permainan video; dan

19.    Program komputer.

Sebagai tindakan pencegahan atas pelanggaran hak cipta, baik dalam bentuk plagiat, duplikat, pembajakan maupun bentuk pelanggaran lainnya, maka Pasal 9 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan bahwa:

(1)   Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a.   Penerbitan Ciptaan;

b.   Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

c.   Penerjemahan Ciptaan;

d.   Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

e.   Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

f.    Pertunjukan Ciptaan;

g.   Pengumuman Ciptaan;

h.   Komunikasi Ciptaan; dan

i.    Penyewaan Ciptaan.

(2)     Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

(3)     Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

 

Sebagai konsekuensi atas pelanggaran ketentuan Pasal 9 di atas, maka Pasal 113 menentukan ketentuan pidananya sebagai berikut:

(1)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)     Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4)     Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

 

Pasal 44 UU No. 28 Tahun 2014 mengaturkan pula bahwa:

Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

a.        Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;

b.       Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;

c.        Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

d.       Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

 

Memahami Karya Tulis Ilmiah

Karya tulis ilmiah dengan seorang intelektual (mahasiswa, dosen, peneliti, dan orang-orang berkecimpung dalam bidang intelektual) merupakan satu kaitan atau hubungan yang sangat mesra dan terintegrasi dalam dimensi intelektual. Artinya, seorang intelektual tidak bisa melepaskan dirinya dari karya-karya tulis intelektual, sehingga seluruh pemikirannya yang tertuang dalam karya tulis ilmiahnya itu harus jelas sumber referensinya, tidak ngawur, bukan hasil khayalan (imajinasi), apalagi hoax. Karena itu, seorang intelektual dituntut memberikan informasi secara akurat, jujur, kredibel, dan profesional. Dengan demikian, hasil karya seorang intelektual tidak bisa diintervensi karena berdasar atas fakta dan data yang objektif dan transparan.

Dalam menyajikan sebuah karya tulis ilmiah di atas, maka seorang intelektual wajib menyajikan data atau fakta yang ditemukan dalam tulisannya itu berdasarkan metolodogi penulisan yang baik dan benar. Adapun ciri-ciri khusus disebut karya tulis ilmiah menurut Brotowidjoyo (1985:2) adalah:

1.     Karya ilmiah menyajikan fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.     Karya ilmiah disajikan dengan menggunakan bahasa baku.

3.     Karya ilmiah ditulis secara jujur dan akurat.

4.     Karya ilmiah disusun secara sistematis, konseptual, dan prosedural.

5.     Penyimpulan karya ilmiah dilakukan berdasarkan fakta-fakta.

 

Langkah-Langkah Membuat Karya Tulis Ilmiah

Pada tahap-tahap tertentu, penulis dalam karya ilmiah perlu memperhatikan alur proses dalam memproduksi tulisannya melalui proses yang tidak singkat, akan tetapi perlu upaya yang dilakukan, di antaranya:

1.       Tahap persiapan atau perencanaan

Perencanaan merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan bagi seorang penulis karya tulis ilmiah, karena dengan merencanakan dari segala aspek yang akan dibahas atau dikaji agar dapat tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, sebelum menulis karya ilmiah lebih baik dituliskan rencana yang akan ditulis, mulai dari pemilihan topik masalah, rumusan masalah, tujuan, identifikasi masalah, dan tentukan cakupan atau ruang lingkup karya ilmiah tersebut).

2.       Tahap pengumpulan informasi

Adapun bahan pengumpulan informasi dalam pembuatan karya ilmiah sebagai berikut:

a.       Manfaat perpustakaan

b.       Memanfaatkan internet

c.       Kelola dan pilah bahan-bahan pustaka

d.       Membuat ringkasan dan melakukan parafrase[4]

e.       Membuat kutipan

f.        Membuat daftar instrumen wawancara, observasi dan pertanyaan yang dipersiapkan

3.       Tahap penyusunan draf

Setelah merencanakan penulisan karya tulis ilmiah, selanjutnya adalah pelaksanaan, yaitu mulai menyusun draft tulisan. Adapun hal yang harus dipersiapkan dengan baik di antaranya: menyiapkan bahan referensi sesuai dengan tema yang akan dibahas, seperti: buku, jurnal ilmiah, prosiding, laporan ilmiah, kamus, jaringan internet, dan sebagainya.

4.       Tahap menulis draf

a.       Mengekspresikan ide-ide ke dalam bentuk tulisan kasar.

b.       Mengembangkan ide kreatif yang masih bersifat tentatif.

c.       Konsentrasi pada ekspresi atau gagasan, bukan pada aspek mekanik (desain atau performa tulisan).

5.       Tahap revisi tulisan

a.       Memperbaiki ide dalam karya tulis ilmiah yang berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, penataan isi sesuai dengan kebutuhan pembaca.

b.       Membaca ulang seluruh isi draf data atau referensi yang akan dijadikan bahan sehingga memudahkan kita untuk mereduksi ke dalam bahan yang siap jadi.

c.       Sharing atau berbagai pengalaman tentang draf kasar dengan berbagai teman untuk menemukan apa yang menjadi kekurangan-kelebihan.

6.       Tahap penyuntingan

a.       Memperbaiki dan mengevaluasi perubahan-perubahan aspek mekanik karangan (huruf kapital, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah, kosakata, format tulisan).

b.       Memperbaiki tulisan pada aspek kebahasaan dan kesalahan yang dilakukan guna meminimalisir kesalahan yang terjadi.

7.       Tahap publikasi

a.       Tulisan yang kita buat akan berarti dan lebih bermanfaat jika dibaca orang lain.

b.       Sesuaikan tulisan dengan media publikasi yang akan dituju.

c.       Pelajari pedoman penulisan media publikasi yang akan dituju.

8.       Evaluasi

Dalam mebuat karya tulis ilmiah, evaluasi sangat penting, karena dapat mengukur kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah yang bagus, terutama bagi pemula atau yang akan memulai membuat karya tulis ilmiah. Dengan melakukan evaluasi, maka penulis ingin selalu melakukan perbaikan agar misi yang ditulis dapat tersampaikan secara maksimal kepada para pembacannya.

Untuk mengetahui cara menulis karya ilmiah, kita harus tahu dulu jenis karya tulis ilmiah tersebut, karena dengan mengetahui, maka kita bisa melakukan klasifikasi apa yang mau kita kerjakan, misalnya kita membuat laporan penelitian lembaga dll. Untuk kita harus bisa membedakan dengan baik karya ilmiah yang mau kita buat seperti apa, diantara jenisnya ada jurnal, makalah seminar, skripsi, tesis, disertasi, kertas kerja dll.

 

Tips Penting dalam Penulisan Karya Ilmiah

1.       Membuat Judul Karya Ilmiah

Langkah pertama dalam membuat karya ilmiah adalah membuat judul, judul yang diambil harus konkrit, tidak bias atau meluas serta menggambarkan ide dari hasil karya tulis ilmiah yang kita buat, untuk itu kita perlu menentukan tema terdahulu sebelum kita membuat judul karya tulis ilmiah.

2.       Latar Belakang Masalah yang Menarik

Latar belakang masalah sudah menjadi bagian utama penelitian, yang bertujuan supaya yang membaca memiliki pemahaman awal mengenai ulasan karya ilmiah yang kita buat, dalam isi latar belakang berkaitan dengan esensi idealist masalah, fakta masalah, data, analisis, solusi serta (state of the arts) penelitian terdahulu yang memperkuat masalah yang perlu dilakukan.

3.       Membuat Rumusan Masalah

Rumusan masalah menjadi bagian terpenting dari penelitian yang melingkupi apa yang mau di teliti serta dikaji dari karya ilmiah yang kita buat, yang merumuskan masalah ialah dengan menghadapkan sebuah hal yang ideal terhadap realitas yang terjadi di lapangan, maka yang harus diperhatikan ialah memperhatikan apa yang mau dibuat serta dilakukan untuk dipecahkan masalahnya.

Pada rumusan masalah kata Tanya yang lain efektif ialah dengan tiga hal yang paling penting untuk merumuskan masalah tersebut ialah apa, mengapa dan bagaimana, tiga kata tersebut sudah mewakili apa yang mau dicari serta dibongkar.

4.       Membuat pembahasan yang sederhana dan sesuai dengan variabel judul

Untuk karya ilmiah yang perlu dipersiapkan penulis adalah memberikan analisis bahasan yang dilakukan untuk memperkuat argumentasi dan diskusi ilmiah yang dilakukan yang kita buat, caranya dengan menerapkan beberapa hal ideal dengan fakta yang pastinya ada beberapa faktor yang mempengaruhi maupun menghalanginya.

5.       Membuat Kesimpulan

Cara membuat karya tulis ilmiah yang paling akhir dan terpenting adanya kesimpulan yang diberikan untuk membuat pembaca memahami maksud dari apa yang diteliti maupun dibuat dari tulisan, sehingga paham akan tujuan karya yang ditulis tersebut.

 

Penggunaan Bahasa Sesuai EYD

Ciri penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam tulisan ilmiah menurut Anna Permanasari (Makalah, 20 Februari 2018) adalah:

1.       Kalimat harus jelas dan lugas

2.       Kalimat yang digunakan tidak membingungkan pembaca

3.       Kalimat harus masuk akal

4.       Pemilihan kata yang tepat

5.       Hindari penggunaan kata yang berlebihan

6.       Hindari kalimat yang rancu

7.       Hindari penggunaan bahasa daerah

8.       Perhatikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

 

Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah

1.       Bagian Pembuka

a.       Halaman Judul (menggambarkan keseluruhan isi kajian)

b.       Pengantar Penulis

c.       Abstraksi (singkat dan padat)

d.       Kata Kunci

2.       Bagian Isi

a.       Pendahuluan:

1.1.  Latar Belakang Masalah

1.2.  Rumusan Masalah

1.3.  Tujuan Penelitian

1.4.  Hipotesis/Kajian Terdahulu

1.5.  Metode Penelitian

b.       Kerangka Pemikiran:

1.1.  Kerangka Konsep

1.2.  Kerangka Teori

c.       Hasil Penelitian dan Pembahasan:

1.1.  Menjabarkan seluruh temuan penelitian

1.2.  Menghubungkan teori yang digunakan dengan hasil penelitian

d.       Penutup:

1.1.  Kesimpulan

1.2.  Saran/Rekomendasi

3.       Bagian Penunjang

a.       Ucapan Terima Kasih

b.       Daftar Pustaka

c.       Daftar Lampiran (Gambar)

d.       Daftar Tabel

e.       Daftar Indeks

 

Daftar Pustaka

Buku Makalah

Brotowidjoyo, Mukayat D. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Presindo.

Djumahana, Muhammad dan R. Djubaedillah. 2003. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Pratkteknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir. 2007. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

 

Makalah dan Jurnal

Murjiyanto, R. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 1 VOL. 24 Januari 2017:52-72.

Permanasari, Anna. 2018. “Karya Tulis Ilmiah, Untuk Apa?”. Dalam, Makalah, Seminar Penulisan Karya Tulis Ilmiah diadakan oleh Kopertis Wilayah IV pada Tanggal 20 Februari 2018 di Universitas Pendidikan Indonesia, Jatinangor-Bandung.

 

Website

https://pakarkomunikasi.com/teknik-penulisan-karya-ilmiah, diunduh pada tanggal 27 Oktober 2018.

https://www.kopertis4.or.id/wp-content/uploads/2018/03/Prof.-Ana-KARYA-TULIS-ILMIAH-UNTUK-APA.pdf, diunduh pada tanggal 28 Oktober 2018.



[1]Penjelasan Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 bahwa yang dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.

[2]Sebagai dasar atas hak milik dikenal ada 2 (dua) prinsip dalam hukum, yaitu prinsip deklaratif dan konstitutif. Deklaratif adalah hak milik yang tidak mengharus adanya pendaftaran merek dan timbulnya hak merek didasarkan pada pemakaian pertama (first to use), bukan karena pendaftaran. Sedangkan konstitutif adalah hak milik yang mengharuskan adanya pendaftaran merek bagi mereka yang ingin memperoleh perlindungan hukum, di mana timbulnya hak merek didasarkan pada pendaftaran (first to file). Lihat, R. Murjiyanto. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif”)”. Dalam, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 1 VOL. 24 Januari 2017:52-72.

[3]Selain istilah Hak Cipta, dalam HAKI dikenal pula istilah lain, yaitu Hak Kekayaan Industri, seperti Hak Paten dan Hak Merek. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan Hak Merek adalah  hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

[4]Dalam Kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, parafrase merupakan “cara mengekspresikan apa yang telah ditulis dan dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-kata yang berbeda agar membuatnya lebih mudah untuk dimengerti.” Contohnya:

Pertama, Naskah Asli:

“Mahasiswa sering berlebihan dalam menggunakan kutipan langsung saat membuat catatan, sebagai akibatnya mereka menggunakan kutipan yang berlebihan dalam tugas karya ilmiah (paper). Mungkin hanya sekitar 10% dari manuskrip akhir yang diperbolehkan muncul dalam bentuk kutipan langsung. Oleh sebab itu, anda harus berusaha untuk membatasi jumlah penulisan yanag sama persis dengan materi sumber saat kallian menulis buku atau catatan (Lester, James D. Writing Research Papers. 2nd ed. (1976), hlm. 46-47).

Kedua, parafrase yang legal:

Dalam paper ilmiah, mahasiswa sering mengutip berlebihan dan gagal untuk mengubah materi yang dikutip ke level yang diinginkan. Karena masalahnya, bersumber dari penulisan catatan, maka sangatlah penting untuk meminimalkan pencatatan materi atau kata per kata yang sama persis (Lester 46-47).

Ketiga, parafrase versi plagiat:

Mahasiswa sering menggunakan terlalu banyak kutipan langsung saat mereka menulis buku atau catatan. Sebagai akibatnya, ada banyak kutipan langsung dalam paper tugas akhir mereka. Seharusnya hanya sekitar 10% paper berisi kutipan langsung. Dengan demikian, sangatlah penting untuk membatasi jumlah materi yang dikopi saat melakukan catatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar